Ibu kost beberapa kali menyindir Meta atas keberadaan kami. Koper-koper kami disingkirkan di gudang. Katanya menghalangi orang jalan. Tapi toh akhirnya menyambangi kami untuk segera mencari tempat tinggal. Listrik yang mahal, air yang bla bla ….

Menyadari kami diusir secara perlahan, aku meminta Meta untuk menemaniku mengambil uang di ATM sembari mencari tempat kursus dan asrama. Hanya Aku dan Meta yang pergi malam itu menggunakan sepeda.

Aku diantar Meta ke beberapa tempat kursus dan asrama sepanjang Jalan Brawijaya. Jalan ini berujung alun-alun kota Pare. Sebelum alun-alun ada ATM BNI dan ATM BCA. Meta mengarahkanku ke ATM BNI yang jaraknya jauh lebih dekat ketimbang ATM BCA. Kata meta meski kartu ATM ku adalah Bukopin bisa mengambil uang di BNI, asal berlogo Visa.

Aku mengiyakan karena toh di Lampung juga demikian. ATM Bukopin itu masih sedikit sekali. Jadi aku kerap mengambil asal di ATM yang berlogo Visa. Lagipula nggak kena potongan ini.

Aku sudah mencoba berkali-kali dan menyebalkan selalu saja muncul pemberitahuan silahkan masukkan password lagi. Nggak mungkin aku lupa. Tanganku tentu sudah hafal dengan password yang hanya berisi angka-angka. Meta memberiku saran untuk mengingatkan lagi dan mencobanya besok. Malam itu sia-sia. Aku hanya dapat lelah setelah mengontel sepeda berkilo-kilo.

Pulang ke asrama, Tika mencoba menenangkan. Dan menyarankan untuk mengambilnya di ATM Bukopin saja. Tapi menurut beberapa orang yang tinggal disitu tidak ada ATM Bukopin di Pare. Setelah dicek di google ada di Jalan Ahmad Yani, Kediri. Tika bersedia menemaniku besok.

***

Pagi sekali aku dan Tika sudah didepan Jalan Brawijaya. Jalan yang lengang tanpa adanya angkutan umum yang melintas membuat kami berkali-kali menggerutu. “Apa kita jalan saja?,” ucapku. Baru melontarkan pertanyaan itu, sebuah angkutan umum melintas dan kami menuju Kota Pare seketika.

Tiba di Kota Pare, kami langsung menari Jalan Ahmad Yani. Sudah tanya sana-sini, tapi ATM Bukopin belum juga kita temukan. Sampai polisipun tidak tahu. Bank Bukopin … saya baru dengar itu. Tika menyuruhku untuk mengecek. Aku baru sadar Pare adalah bagian dari kabupaten di Kediri. Di google tertulis Jalan Ahmad Yani Kediri. Artinya kita harus ke Kota Kediri.

Tak menyerah begitu saja kami langsung mencari bus dengan tujuan Kediri. Meskipun harus berjalan kaki dulu, Tika tetap dengan sabar menemaniku. Justru dia yang tampak semangat.

Ongkos hanya 7500 untuk menuju Kediri. Terbilang murah karena jarak Pare dengan Kediri lumayan jauh sekali. Dengan lama perjalanan satu jam tanpa macet. Sepanjang jalan kami disuguhi dengan pemandangan sawah dan kebuh tebu. Indah sekali.

Akhirnya Pukul13.00 kita sampai di Kota Kediri. Kondektur yang seolah tahu bertanya kemana tujuan kami. Kita diberhentikan di depan Jalan Ahmad Yani. Rupanya kantor pemerintah kota dan stadion sepakbola Brawijaya yang tersohor itu disini. Tepat di depan Jalan Ahmad Yani.

Lagi-lagi tak ada tanda-tanda keberadaan Bank Bukopin. Tika memberi saran untuk menelpon Bank. Kebetulan di google alamat Bank disertai dengan nomor telpon. “Hallo ini benar dengan Bank Bukopin Kediri,” tanyaku. “Ya .. benar,” ucap seorang wanita. “Saya mau tanya ATM Bukopin dimana ya? Jalan Ahmad Yani kan?”, balasku. “Iya benar,” jawabnya. “Saya sekarang ada di Jalan Ahmad Yani, tapi kenapa tidak ada ya?”, tanyaku. “Posisi Anda dimana? patokannya masjid,” jelas si customer service. “Mba disini nggak ada masjid yang ada stadion sepakbola,” kataku panik. “Tak ada stadion sepakbola, sebentar Anda dimana? Bali kan?,” tanyanya lagi. Hah … Bali! Mati! Wait .. ini orang kenapa logatnya kayak orang bali ya. “Bukan mbak Kediri,” jawabku pelan. “Berarti Anda salah, ini Kendari, Bali,” ujarnya. Dan pulsa habis .. tut tut tut … Nah, jadi ini siapa yang tulalit. Si google, aku, atau mbaknya. Yang jelas kami mengklaim Kendari adalah Kediri.

Tika sudah tampak kesal. Mungkin dia tak kesal tapi lelah. Karena kita sudah menghabiskan banyak waktu. Dia pun mengajaku ke pos polisi. Saat kami tanya adakah Bang Bukopin, si polisi menjawab ada, jalan saja sekitar sekilo atau naik becak. Nggak mungkin juga kita jalan, terlebih ku lihat wajah tika yang sudah tampak lelah. Aku putuskan untuk naik becak. Bahagianya kami, petunjuk polisi yang menyatakan ada Bank Bukopin menjadi titik terang buat kami.

Si tukang becak yang mengantar kami ramah sekali. Meski sudah renta dia masih kuat membawa kami yang gemuk-gemuk ini. Bapak itu juga turut membantu mencari Bank Bukopin sepanjang jalan. Kota Kediri dikelilingi oleh gedung-gedung dan tertata sangat rapih. Sayang aku tak sempat memotretnya.

Sudah diujung jalan, nggak ada Bank Bukopin yang dimaksud oleh si Polisi. Si Bapak sampai memutar balik becak. Nyaris putus asa. Tapi disebelah kiri jalan, ada Bank Bukopin. Senangnya bukan main.

Masuk bank, banyak warga yang mengantri. Membuat kami harus menunggu lagi. Melepas lelah kamipun duduk di ruang tunggu. Hingga akhirnya giliranku. “Mas .. Saya mau ambil uang,” kataku tanpa basa basi. “Maaf mbak kita anak Bukopin yang dikhususkan untuk pembayaran listrik dan lain-lain,” jelas Teller. “O .. kalao begitu dimana Bank Bukopin di kota Kediri ya?”, tanyaku lagi. “Tidak ada mbak .. Bank Bukopin di Jawa Timur hanya ada di Malang, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo,” jelasnya. “Yang paling deket mana mas?,” tanyaku lagi. “Mojokerto dan Malang,” tuturnya. What? Mojokerto! Malang!

Semua percakapan itu aku ceritakan pada Tika. Ya udah mbak yuk kita ke Mojokerto aja. Hari ini? Iya mbak .. Entah apa yang mesti kukatakan pada Tika. Terima kasih? Terlalu dini aku pikir. Tapi keteguhan Tika membuatku semangat meskipun sudah lelah.

Kami pun menuju Mojokerto. Bus patas yang kami stop tak jauh dari Bank Bukopin mengantarkan kami. Kami melewati banyak kabupaten yang tentunya tak asing. Seperti Jombang. Kabupaten yang disebut-sebut sebagai tempat asal Ryan manusia kanibal dan makam Gusdur juga ada disini.

Mataku memandang jauh keluar dari balik jendela bus. Tak pernah terbayangkan olehku aku akan pergi sejauh ini. Pare, Kediri, Mojokerto melewati Jombang dan sejumlah kabupaten lainnya. Tuhan seperti memberiku kesempatan menjelajah negeri ini melalui Bank Bukopin. Menyadarkanku bahwa Indonesia ini sangatlah luas dan selama ini aku hanya berada di dalam satu boks yakni Lampung.

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *