Iseng-iseng mencari hal tentang menjadi wartawan di google. Saya malah menemukan tulisan “Jalan Panjang Menjadi Jurnalis” ditulis oleh Suhairi Rachmad di Kompasiana.com. Tulisan ini menceritakan tentang buku “Tidur Berbantal Koran: Kisah Inspiratif Seorang Penjual Koran Menjadi Wartawan” karya N. Mursidi yang ditulis pada 2013 silam.
Menarik, buku ini merupakan kisah nyata penulis dalam menjalani pahit-manisnya kehidupan. Dari yang putus kuliah, menjadi tukang koran, sampai menulis artikel yang dikirimkan ke media. Akan tetapi tak ada satupun media yang memuat tulisannya. Hingga pada akhirnya, perjuangan Mursidi membuahkan hasil. Ia diterima menjadi wartawan di salah satu media massa di Jakarta.
Membaca kisah ini, tentu mengingatkan saya dengan hidup saya sendiri. Bagaimana saya berusaha mewujudkan cita-cita menjadi jurnalis di salah satu media nasional dengan jatuh bangun. Berbekal tas ransel yang berisi beberapa baju, laptop usang, dan buku psikotest. Saya mememberanikan diri untuk pergi ke Ibukota. Pada saat itu saya melamar bekerja menjadi wartawan di Republika, Media Indonesia, dan Tempo. Namun ketiga media itu menolak. Saya tak lolos seleksi.
Pantang pulang sebelum berhasil, membuat saya bertahan di Ibukota untuk satu bulan lamanya. Disaat perbekalan habis, saya kembali melamar pekerjaan di bidang lain. Akhirnya pada Januari 2012 sebuah perusahaan periklanan asal London menerima saya menjadi HR Administrasi untuk tiga bulan saja. Melihat pekerjaan yang bagus, kontrakpun diperpanjang dan saya diperbantukan di divisi project. Disinilah pengetahuan matematika saya diuji.
Pada April 2012 saya memutuskan keluar karena beberapa alasan. Namun, alasan utama adalah bapak dan ibu menunaikan haji. Maka saya memilih untuk keluar dan mengantarkan keberangkatan bapak dan ibu sampai bandara. Tuhan maha adil. Dia tak membuat saya lama menganggur. Pada 26 April 2012 saya diterima di perusahaan periklanan dan pembuatan website asal Hongkong sebagai Quality Control. Tugas saya mengecek desain dan konten website serta apakah url website tersebut berfungsi atau tidak.

Meskipun saya nyaman dengan apa yang saya kerjakan. Saya masih terus mencoba melamar pekerjaan menjadi jurnalis. Seperti majalah Gatra, harian kontan, swa, dan reporter untuk perusahaan. Lagi-lagi saya gagal.
Mencoba berdamai dengan kegagalan, saya tetap tak menyerah. Hingga pada Desember 2013, perusahan tempat saya bekerja bangkrut. Saya dan semua karyawan di PHK. Beruntung, seorang kenalan di Gerakan Pemuda berbasis politik yang diinisiasi oleh Anies Baswedan menawari saya mengelola website AniesBaswedan.info. Bermula dari itu saya kembali mengasah pengetahuan di bidang jurnalistik. Beberapa rilis pers yang saya kirimkan ke media dimuat.
Dengan bekal itulah, pada Agustus lalu, saya memberanikan diri untuk melamar menjadi wartawan di media nasional, Kompas. Bersyukur, saya diberikan kesempatan untuk mengikuti seleksi di Palembang dan lulus sampai dengan tahap psikotest. Kini, saya menunggu detik-detik pengumuman. Akankah perjuangan saya akan berakhir seperti N. Mursidi? Entahlah. Yang jelas saya menginginkan sesuatu yang terbaik dalam hidup.