Kost-jalanan-kantor-jalanan-kost, setidaknya itulah rutinitas yang saya lalui semenjak lulus kuliah. Benar-benar dunia hanya selebar kubikel kantor. Sampai kemudian saya diperkenalkan dengan seorang backpacker Indonesia-oleh seorang teman-yang menyelamatkan saya dari kubikel kantor yang posesif ini.
Backpacker. Istilah ini sudah tak asing lagi di telinga. Seseorang dengan budget minim berkelana ke tempat-tempat wisata dengan hanya membawa ransel besar di punggungnya. Biasanya mereka mengurus segala sesuatunya sendiri. Saat ini, komunitas backpacker di Indonesia cukup banyak. Kesemuanya memiliki tujuan yang kurang lebih sama, yakni berbagi informasi mengenai dunia wisata dan backpacking. Salah satunya yakni Komunitas Backpacker Indonesia. Erni, seorang backpacker Indonesia tadi adalah anggota komunitas tersebut. Melalui dirinya saya belajar bagaimana traveling dengan biaya yang sangat murah dan seorang diri.
Dimulai dengan Gunung Gede-Pangrango, September 2012. Demi melihat edelweis, saya pergi seorang diri ke Kampung Rambutan, Jakarta, tempat meeting point para backpacker yang hendak ke gunung-gunung di Jawa Barat. Demi sang bunga abadi, meninggalkan kenikmatan tempat tidur di akhir pekan, menerobos hutan dan menantang bahaya saya lakoni. Dengan peralatan seadanya namun tekad yang tak seadanya, saya berhasil menyentuh edelweis dan berdiri di ketinggian 2.958 meter di atas permukaan laut (mdpl). Rasa lelah yang saya rasakan dalam perjalanan menuju puncak terbayar. Ditambah dengan pemandangan yang sungguh luar biasa membentang seluas mata memandang. Dari situlah saya bertekad untuk melihat kembali keindahan Indonesia.
Beberapa tempat telah berhasil saya kunjungi. Dari titik tertinggi hingga titik terendah di Indonesia. Gunung Semeru, Rinjani, Kerinci, Guntur, Pangrango, Papandayan, Dieng, Prau, Krakatau, pantai-pantai di Pesisir Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lombok, dan Kepulauan Seribu, Jakarta. Semua tempat sangat indah dan memiliki keunikannya sendiri. Ingin rasanya dunia tahu tentang keindahan bumi pertiwi ini. Apalagi yang bisa dilakukan selain mengabadikannya melalui foto, video dan tulisan.
Selain keindahan alam Indonesia yang saya saksikan. Saya juga menjadi kaya pengalaman yang bisa saya bagikan kepada khalayak ramai. Baik pengalaman sedih, lucu, maupun senang. Sayangnya, itu tak bisa dibagikan hanya dalam waktu beberapa jam saja. Membutuhkan waktu berhari-hari untuk bisa bertutur kepada saudara, teman, dan orang lain.
Sementara itu, otak ini memiliki keterbatasan untuk mengingat semua pengalaman yang telah saya lewati. Waktu terus bergulir, usia ini pun terus bertambah. Berdasarkan informasi yang saya dapat dari internet, ingatan akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Sebenarnya ada foto yang membantu saya untuk mengingat kenangan-kenangan yang saya lalui ketika traveling dan adventure. Namun, menurut saya foto tidak banyak menceritakan. Hanya momen-momen tertentu.
Keterbatasan ini membuat saya sadar bahwa menulis menjadi satu-satunya media untuk menceritakan semua pengalaman yang telah saya lewati. Dengan menceritakan pengalaman lewat tulisan maka kenangan itu akan abadi. Sampai saya tua bahkan tidak ada. Tulisan tak akan dimakan oleh waktu dan zaman. Akan terus kekal dan memberikan manfaat bagi dunia dan anak cucu saya nanti.
Melalui tulisan saya bisa menceritakan banyak hal tentang keindahan dunia yang telah saya lihat. Dan berharap bisa memacu siapapun yang membaca untuk melihat keindahan ciptaan-Nya.