Kalau kamu buka blog nonaransel.com, coba baca artikel yang judulnya “The Art of Nyasar.” Kamu akan mendapatkan sebuah makna dari “nyasar”. Si penulis menuliskan pendapatnya begini, “I don’t believe in getting “lost”. I believe in “taking” a longer way to arrive”, yang artinya, “Saya tidak percaya dengan kata “nyasar”. Saya percaya dengan “mengambil rute yang lebih panjang untuk tiba”. Dengan mengambil rute yang lebih panjang di suatu tempat asing itulah kita bisa menemukan hal-hal baru yang belum pernah ditemui.
Saya sepakat! Mengamini setiap kata demi kata yang penulis tulis dalam artikel tersebut.
Januari lalu, saya diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menjejaki Pulau Bali. Waktu itu saya mendadak jadi solo traveler. Ketika sudah lelah merasakan hiruk pikuknya dunia malam di Kuta, saya mencoba mencari ketenangan pagi di Pantai Sanur.
Saya pilih Pantai Sanur, karena berdasarkan informasi yang saya baca di internet, pantai ini merupakan tempat terbaik untuk melihat sunrise di Pulau Bali. Itu sudah menjadi rahasia umum, maka tak heran Pantai Sanur menjadi destinasi favorit bagi pemburu sunrise dari seluruh dunia. Bahkan penyanyi Filipina, Maribeth, menggambarkan keindahan Pantai Sanur dengan menyanyikan lagu Denpasarmoon di tahun 1991. Tembang ini sangat booming saat itu.
Dengan modal motor yang saya sewa, sekitar pukul 5 pagi, saya menuju Sanur. Saya hanya pakai insting dan mengandalkan papan-papan petunjuk yang saya temui di jalanan. Kalau sudah bingung, saya akan melambatkan laju motor dan mencari-cari keberadaan manusia. Hingga akhirnya setelah 30 menit saya tiba di Sanur.
Sayangnya, tidak ada petunjuk satupun, yang menunjukan arah Pantai Sanur. Papan-papan yang saya temui, orang-orang yang saya tanyai, hanya menunjukan arah Sanur. Pada akhirnya saya jadi tahu, Sanur adalah sebuah kawasan yang berada di Denpasar Selatan. Pantai Sanur adalah semua pantai yang membentang di kawasan tersebut.
“Permisi pak, Pantai Sanur dimana ya?,” tanya saya pada seorang bapak petugas kebersihan yang saya temui di pinggir jalan.
“Ini Sanur. Pantainya ada di sepanjang timur. Kalau kamu lihat sunrise bisa ke Pantai Matahari Terbit,” ujar bapak itu.
“Lalu saya kemana pak?”
“Lurus saja nanti ada lampu merah kamu ke kanan.”
Saya menuruti arahan bapak tadi. Ditengah perjalanan saya dihadapi dengan kebingungan karena lampu merah pertama tidak ada jalan lain selain jalan menuju arah pulang. Kemudian saya memutuskan untuk terus jalan, dengan asumsi kalau tak menemui jalan yang dimaksud bapak tadi, maka saya akan bertanya pada orang atau balik arah lalu pulang.
Namun ternyata di lampu merah kedua, saya menemukan jalan yang dimaksud dan melihat cahaya kuning berkilauan membentang di sebelah timur. Saya pun membelokan motor ke jalan itu. Lagi-lagi keraguan menghantui fikiran saya karena ada sebuah papan besar bertuliskan, “Selamat datang di Kolam Renang … (saya lupa namanya)”. Tapi saya memutuskan untuk terus jalan. Toh, kalau nyasar bisa balik lagi.
Dan tahukan kalian, apa yang saya dapati di ujung jalan itu? Sebuah pantai tenang dan matahari terbit yang sinarnya memancar di balik pura tua. Sebuah mahakarya Sang Pencipta yang mengagumkan.
Pantai ini sunyi. Tidak ada wisatawan, kecuali nelayan-nelayan yang baru saja berlayar mencari ikan. Pasirnya berwarna hitam, lembut seperti bubuk kopi. Deretan batu berjajar di bibir pantai, menjadi tempat untuk memanjakan diri menikmati laut yang luas. Seperti dipeluk, saya menemukan ketenangan dari semilirnya angin yang berhembus dan kehangatan matahari yang terpancar.
Menikmati keindahan ini, saya mendadak autis. Dari memotret sunrise dan diri sendiri (selfie) sampai berkecipak-cipak di tepian pantai. Tak sadar telah menjadi perhatian nelayan sejak beberapa menit yang lalu. Hingga seorang bapak menghampiri.
“Nak, darimana? Sendiri aja?”
“Iya pak sendiri aja. Saya dari Jakarta pak.” (Pasang senyum paling manis sedunia)
“Ini pantai apa ya pak?” (Pura-pura bego)
“Ini Pantai Padang Galak. Kalau yang sebelah sana (nunjuk arah utara) namanya Pantai Matahari Terbit.”
Percapakan panjang pun terjadi.
Dari percapakan itu saya memperoleh informasi bahwa Pantai Padang Galak merupakan pantai yang jarang dikunjungi oleh wisatawan. Pantai ini biasa digunakan oleh warga sekitar sebagai tempat upacara dan event besar seperti Melasti dan Rare Angon. Tak heran di sekitar bibir pantai banyak ditemui dupa dan bunga.
Pengalaman ini menyadarkan saya untuk tidak takut nyasar. Pergi seorang diri, tanpa guide book dan map bahkan tujuan. Nyatanya, nyasar bukanlah malapetaka melainkan sebuah berkah tersendiri. Terlebih kalau kita sadar bahwa nyasar adalah seni dari menemukan potongan-potongan dunia dan diri sendiri.
Seringkali orang berpesan: jangan ke tempat yang nggak pernah dikunjungi, hati-hati nanti nyasar, Nggak bisa pulang, diculik, dihipnotis, dan kekhawatiran lainnya. Yang pada akhirnya ketakutan-ketakutan itu justru membuat kita terjebak dalam sebuah kotak. Takut kenapa-kenapa yang ujung-ujungnya nggak kemana-mana.
Hal serupa pernah kualami.yus cuma bedanya kamu cari sunrise aku cari alamat. Berada ditempat yg gak pernah kamu kunjungi/ ketahui bukan berarti kamu gak bisa menemukan apa yg kamu cari. terkadang saat kita mengalami kebuntuan jalan justru disitu kita bisa mengetahui hal2 yg bbaru yg mungkin orang belum ketahui. Misalnya kita malah lebih bisa mengenal tempt tsb dan lebih paham jjjalan. Disamping itu jg kita diajarkan bagaimana bersosialisasi karena disaat kita benar2 gk tahu arah jalan otomatis kita mesti bertanya dengan orang2 disekitar. “Nyasar adalah soal Keberanian”. Keberanian tuk membuat kkeputusan, keberanian tuk melangkah, keberanian tuk bertanya dan keberanian tuk ingin tahu.
Tulisanya 👍 i like it.. Aku tunggu petualanganmu selanjutnya. Yus jo lali pake google maps👌 karena menurtku itu sangat membantu. aku setuju ma kata2 mu yg terakhir. Oh ya yus kapan bukumu dicetak😃
“Nyasar adalah soal Keberanian”. Keberanian tuk membuat kkeputusan, keberanian tuk melangkah, keberanian tuk bertanya dan keberanian tuk ingin tahu – ini bisa lo dijadikan quote. asli keren. Buat kita yang bisa mengambil hikmah dari semua kejadian termasuk “nyasar” pasti akan selalu berpikir positif bahwa dengan nyasar kita mendapatkan hal-hal baik diluar dugaan.
weee … hapeku jadul ee, ntar kalo udah bagusan hapenya.
Soal buku… pengennya sih tahun ini, tapi mungkin butuh waktu panjang, soalnya ini masih belajar nulis. Moga nanti Allah kasih jalan …