Era modern begini, orang enggak bisa lepas dari yang namanya gadget. Sama seperti aku yang enggak bisa lepas sama gadget. Mau tidur lihat handphone dulu, saat sudah bangun juga liat handphone.

Hal-hal yang biasanya aku lihat di handphone tiap pagi itu pasti whatsapp, bbm, instagram, facebook dan email. Dan hari kemarin mendadak terharu saat membuka instagram. Seorang teman yang baru aku kenal selama satu tahun ini membuat status seperti ini:

September 2016, hampir setahun kenal sama mereka (Pecel Adventure) berawal dari meeting point di Kota Kasablanca, sampai mendaki ke Gunung Cikurai. Cukup dengan satu kali pertemuan, bisa menjalin kekeluargaan hingga di puncak Gunung setinggi 2821 mdpl itu.

Yusnaeni, cewek tangguh yang hidupnya merantau di Jakarta dan jauh dari keluarga, entah sudah berapa gunung yang didaki, tapi si kecil imut ini tegolong lincah. Mia Hanjarwati, berteman dari SMP, SMK dan hingga sekarang. Siapa sangka bisa sedekat ini setelah lulus sekolah. Si Mia ini motivasi yang bikin gue pengen nanjak gunung. Dan akhirnya berhasil merangkul gue hingga ke puncak Cikuray. Bang semy, itu nama panggilannya, si abang ini termasuk perokok sendiri dari semua tim yang ada. Tapi siapa sangka pria yang tinggi badannya kisaran 170 lebih ini sangat solid dan sabar mendaki bareng gue yang suka mengeluh dan sedikit-sedikit minta istirahat. Waris, teman-teman menobatkan Waris ini Ketua Pecel. Pak ketua ini memang layak jadi ketua. Dia cukup pandai bikin skenario selama pendakian. Yang lebih salut lagi, masakannya enggak pernah gagal. Rico, junior di Pecel, tapi tetep masih lebih senior dari gue. Dia cowok zaman sekarang banget. Enggak ketinggalan facial foam dan sejenisnya. Para cewek saja kalah bersihnya. Mas Wawan dan Mas Agus, gue belum pernah nanjak bareng kalin. Jadi, kapan mau mendaki bareng? Jangan lupa ajak anak istri ya …

Entah apa jadinya kalau mendaki bukan sama kalian saat itu. Untuk pemula seperti gue yang rewel, suka ngeluh, cepet capek dan susah atur nafas, kalian termasuk luar biasa sabar! Apalagi dengan pendaki-pendaki senior: Mba Yus, Bang Semy dan Wariz yang sudah menaklukan banyak gunung, harus mendaki Cikuray kurang lebih delapan jam hanya karena  gue yang sedikit-sedikit minta istirahat. Mungkin kalau dihitung-hitung lebih banya waktu istirahatnya ketimbang mendaki. Luar biasanya lagi, pada saat pendakian mereka enggak lupa untuk sholat.

Mungkin banyak pendaki yang solidnya melebihi kalian, tapi belum tentu bisa seimbang dalam waktu yang bersamaan. Apapun itu kalian bikin gue pengen nanjak lagi. Entah sudah berapa banyak keluhan yang gue lontarin saat di gunung. Tapi saat kembali pulang rasanya ingin tetap mengulang. Selamat bulan September Pecel!

Jujur, dari semua tim traveling dan backpacker yang pernah aku join, mereka adalah tim paling solid. Di jalan, enggak pernah ada yang namanya meninggalkan teman hanya karena egonya.

Waris adalah imam yang baik. Dulu kami pernah kerja bareng dan enggak pernah namanya akur. Tapi saat nanjak gunung, ternyata banyak kebaikan yang aku lihat di diri Waris. Dari yang bertanggung jawab banget sama timnya dan rajin sholat selama di gunung. Masih ingat betul, September saat mendaki Gunung Cikuray. Kami banyak berhentinya buat istirahat. Saat waktu sholat dzuhur, Waris mengajak teman-teman buat sholat. Saat itu aku berkata begini, “Nanti deh Ris, di jamak aja pas di atas. Dzuhur sekalian Ashar. Ngejer waktu nih.” Waris malah menjawab, “Kalau bisa sekarang kenapa nanti? Lo yakin di jalan lo bakal baik-baik aja. Kalau tiba-tiba jatuh dan lo meninggal gimana?” Jleb banget kan … Akhirnya kami sholat semua.

Mia dan Ika, meski belum lama kenal, setidaknya baru satu tahun, kami sudah seperti saudara. Saling share, jalan bareng, saling menguatkan kalau ada masalah. Enggak pernah terpikir buat aku mengubah diri buat mereka tetep ada. Aku bisa cerita apapun, menumpahkan segala sesuatu tanpa berpikir dan khawatir apa aku sudah terlalu banyak cerita, terlalu rempong menghadapi masalah, panikan. Karena aku yakin mereka akan selalu mendengarkan dengan senang hati. Bersama mereka aku bisa jadi diri sendiri. Buatku mereka adalah teman yang enggak karena ada apanya, tapi apa adanya.

Semy, meskipun jarang komunikasi, tapi dia selalu jadi orang yang paling bisa diandalkan saat aku melakukan perjalanan via pesawat. Aku yakin saat minta bantu Semy lagi kerja. Tapi masih mau direcokin dan sabar banget. “Foto KTP lo. Paspor lo. Sini gue yang cariin tiketnya. Gue bantu check in online ya.” Pernah traveling ke Situ Gunung dan foto bareng sama Semy di kapal. Foto itu sering banget aku pasang di profil picture beberapa social media dan semua orang yang melihat pasti disangka kami pacaran. Bukan, Semy bukan pacar tapi sahabat, best friend.  Dia sudah punya pacar, aku berdoa semoga bisa sampai ke pelaminan (ditunggu undangannya Sem …).

Agus, Wawan dan Ricco, mereka adalah cowok baik, sabar, solid yang pernah aku temui. Bersyukur banget bisa kenal sama mereka dan sama-sama menjadi bagian dari keluarga Pecel.

Rasanya kangen banget mendaki bareng mereka lagi. Sayangnya, untuk saat ini, enggak mungkin. Semenjak sakit Desember 2015, aku masih belum bisa kena dingin. Enggak pernah makan es cream, selalu pake baju doubledouble pas ke kantor, dan selalu pakai masker kemana-mana lantaran enggak bisa kena debu (Nih lho alasan kenapa aku selalu menolak diajak traveling ke alam). Wariz, September ini mau menikah, lalu Oktober Ricco. Agus, bininya lagi hamil. Wawan kuliah di Semarang dan sudah menikah. Mia memutuskan berhenti kerja selama sebulan, otomatis pemasukkan enggak ada. Semy dan Ika mungkin sama-sama sibuk dengan kerjaannya. Pokoknya enggak mungkin untuk mendaki bareng lagi saat ini.

Aku adalah orang yang beruntung banget karena Allah mempertemukanku dengan mereka. Seperti yang Ika katakan, “Saat kembali pulang rasanya ingin tetap mengulang.” Selamat bulan September sahabat … Selamat mengingat masa-masa pertama kali kita bertemu.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *