Sampah identik dengan kotor, bau, menjinjikkan. Tapi tidak bagi warga Desa Kemudo dan Karanglo, Klaten, Jawa Tengah. Berkat bimbingan PT. Sarihusada Generasi Mahardhika (Sarihusada) dan PT. Tirta Investama (Aqua), sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan membawa keberkahan tersendiri bagi kedua warga desa tersebut.
Jarum jam menunjukkan pukul 7.00 WIB. Kesibukan pagi itu sudah terlihat di Bandara Adisutjipto, yang terletak di daerah Sleman, Kota Yogyakarta. Turun naik penumpang menjadi pemandangan tersendiri, manakala pesawat Batik Air yang saya tumpangi mendarat. Sekitar 10 meter dari tempat saya berdiri, pesawat Garuda Indonesia siap mengudara.
Ini kedua kalinya saya menginjakkan kaki di bandara yang dulunya dinamakan Maguwo. Meski sudah empat tahun lamanya, bandara ini masih tetap sama. Sebuah papan besar bertuliskan ‘Sugeng Rawuh’ di pintu kedatangan selalu menyambut kami para penumpang. ‘Sugeng Rawuh’ dalam bahasa Indonesia berati ‘Selamat Datang’ dan ‘Welcome’ dalam bahasa Inggris. Sebuah kata sederhana yang menandakan keramahan warga Yogyakarta.
Mebel Cantik dari Sisa Kayu Pabrik
Kami hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai di Sarihusada. Pabrik susu ternama seperti Bebelac, SGM, Nutribaby dan Lactamil itu tak jauh dari bandara dan dekat sekali dengan Candi Prambanan.
Pemandangan asri mengelilingi pabrik ini. Biasanya, Merapi tampak gagah dari pabrik jika tak terutup kabut seperti pagi itu. Tak jauh dari pabrik, ada sebuah desa. Mayoritas warganya adalah petani. Nama desa itu adalah Kemudo. Sejak 2016, desa ini menjadi salah satu desa binaan program CSR Sarihusada.
Setelah mengunjungi pabrik, kami diajak mengunjungi desa tersebut. Di sana kami disambut oleh pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kemudo Makmur. Kepala BUMDes Kemudo Hermawan Kristianto menunjukkan mebel-mebel cantik yang terpajang apik di balai desa. Ada meja, kursi, lemari, dan lain-lain. Mebel-mebel itu terbuat dari kayu jati londo yang merupakan limbah Sarihusada. Meskipun terbuat dari limbah, mebel-mebel itu diminati oleh masyarakat. Bahkan sudah dikenal di mancanegara.
Saat ini ada 10 pengrajin mebel yang terlibat. Mereka belajar secara otodidak dari video Youtube. Hasil kerajinan mebel mereka unggah di media sosial. Ternyata sambutannya luar biasa, mereka sering mendapatkan pesanan dari kafe-kafe.
Mebel-mebel itu juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Harga untuk satu set meja dan kursi dengan ukuran kecil saja bisa berkisar Rp1.500.000. Omset yang diperoleh setiap bulannya bisa mencapai Rp2 Miliar. “Harganya enggak mahal kok, tapi kreatifitasnya yang mahal” ujar Hermawan.
Pupuk Cair Limbah Rumah Tangga
Di luar balai desa ada sekelompok ibu-ibu berdiri di depan meja. Di atas meja itu terdapat beberapa botol bekas yang berisi air seperti susu. Baunya sedikit menyengat. Rupanya itu adalah pupuk cair yang terbuat dari limbah rumah tangga.
Tentu kita menyepakati, kalau dapur menjadi penyuplai sampah setiap harinya. Tak hanya sampah organik sisa sayuran dan buah-buahan, tapi juga sampah anorganik seperti plastik bumbu racik, botol kecap, dan kotak santan kemas. Siapa sangka, sampah organik yang kerap menimbulkan bau busuk saat dibuang, ternyata bisa dimanfaatkan menjadi pupuk cair yang menyehatkan.
Cara membuatnya sangat gampang. Hastuti, anggota pengelola wisata Desa Kemudo menjelaskan kita cukup membutuhkan sampah organik, air, dan gula. Cara membuatnya sebagai berikut:
- Sediakan sampah organik seperti sisa sayuran dan buah;
- Cacah sampah dengan pisau;
- Masukkan sampah ke dalam air yang sudah dicampur dengan gula pasir;
- Fermentasi selama satu minggu;
- Setiap hari botol harus dibuka sedikit untuk mengurangi gas;
- Jadilah pupuk cair yang siap digunakan untuk menyiram tanaman.
Pupuk cair juga bisa dibuat dari bonggol pisang. Khusus bonggol menggunakan gula merah. Cara membuatnya sama saja, namun air yang digunakan adalah limbah cucian beras yang dicampur dengan air kelapa. Setelah itu dimasukkan ke dalam ember tertutup, fermentasi selama satu minggu.
“Pupuk cair ini sangat aman digunakan karena terbuat dari bahan-bahan organik,” tutup Hastuti.
Produk Fashion dari Sampah Plastik
Keesokan paginya kami melanjutkan perjalanan menuju Klaten. “Kira-kira satu jam,” begitu ujar kru Panorama Tours menjelaskan jarak tempuh yang harus kami lalui dari Kota Yogyakarta. “Silahkan untuk tidur,” lanjutnya.
Bus saat itu melaju sedikit lambat. Jalanan macet, dengan bus-bus besar yang melintas di antara bus yang membawa kami. Perkiraan waktu sang kru ternyata meleset setengah jam. Kami tiba di pabrik Aqua pukul 8.30 WIB. Di sana kami diajak mengelilingi pabrik dan melihat proses pengemasan air mineral. Kami juga diberikan wawasan mengenai sumber mata air yang digunakan Aqua.
Seperti Sarihusada, Aqua juga peduli terhadap kesejahteraan warga sekitar dengan membuat berbagai program CSR, seperti pengelolaan sampah di Desa Karanglo, Kecamatan Polanharjo, Klaten.
Pengelolaan sampah di Desa Karanglo diinisiasi oleh Sriyono yang kini menjadi ketua Bank sampah Rukun Santoso. Pada awalnya masyarakat Desa Karanglo resah akibat macetnya saluran irigasi. Bersama kepala desa, mereka memeriksa penyebab masalah yang terjadi. Ternyata sampahlah yang menjadi biang tersendatnya air mengalir ke sawah. Sriyono kemudian berinisiatif membersihkan irigasi dengan cara memungut sampah. Setelah mengumpulkan banyak sampah , Sriyono bingung mau dikemanakan sampah-sampah tersebut. Ia kemudian meminta pihak Aqua memberikan pelatihan pengelolaan sampah melalui kepala desa.
Mujur nasib Sriyono, permintaannya dikabulkan. Aqua memberikan pelatihan mengenai pengelolaan sampah dan terbentuklah Bank Sampah Rukun Santoso pada 16 Maret 2013.
Warga khususnya ibu-ibu diminta untuk mengumpulkan sampah rumah tangga. Sampah kemudian dipilah. Untuk sampah kaca dan logam dijual kepada pengepul. Namun untuk sampah plastik dan kardus dibuat menjadi kerajinan tangan. Adapun produk kerajinan tangan yang dihasilkan adalah bros, bunga, tas, baju, topi, dan lain-lain. Semua dibuat oleh para ibu-ibu yang tergabung dalam Bank Sampah Rukun Santoso.
Dari produk-produk kerajinan tangan tersebut, tas laptop menjadi produk yang sangat diminati oleh masyarakat khususnya mahasiswa. Baju dan topi dari sampah seringkali dipamerkan pada acara fashion show di Jawa Tengah. Sementara itu kardus-kardus bekas yang masih bagus dijadikan wayang. Aqua pernah memamerkan produk kesenian tradisional itu di Perancis dan berhasil memikat UNESCO. “Produk wayang kami di-upload di website UNESCO,” ungkap Sriyono dengan mata yang berbinar, bangga.
Harga sampah per kilonya Rp11.000. Warga merasa sangat terbantu karena bisa mendapatkan penghasilan. Mujiatun, salah satu anggota bank sampah mengaku dari sampah yang ia kumpulkan selama ini, bisa membiayai anak-anaknya sekolah. Setiap bulan Mujiatun mampu mengumpulkan sampah 8-10 kilo. Sampah-sampah itu ia potong-potong kecil terlebih dahulu sebelum dijual ke distro.
Sriyono menambahkan Bank Sampah setiap bulan bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp60 juta – Rp100 juta.
Warga Desa Kemudo dan Karanglo bisa membuktikan, sampah bisa menjadi sahabat bagi manusia jika tahu bagaimana mengelolanya. Mari bersama-sama mengelola sampah, demi terwujudkan Indonesia Bebas Sampah 2020.
” … ayo dipilah-pilah, ayo diolah-olah, sampah dipilah dan diolah.”
#DBA2018 #FieldtripDBA2018