Dalam hidup kita seringkali tidak sadar, ada banyak sekali cinta yang disediakan. Jangankan keluarga, secangkir teh pun memberikan kita cinta. Nasi yang setiap hari kita makan, buah-buahan yang manis, air yang menyegarkan. Mereka semua memberi cinta yang tak terbatas. Sayangnya kita “taken for granted”. Lupa, jika cinta ada di mana-mana.

Minggu kemarin saya menghadiri acara Tea Ceremonysebuah perayaan meminum teh dari China. Ritual ini kemudian menyebar ke Jepang, Korea, India, Vietnam, dan Taiwan. Tea Ceremony, di Jepang dikenal sebagai “way of tea“, “etiquette for tea” atau “tea rite” di Korea, dan “art of tea” di China.

Tea ceremony: secangkir teh dan hidangannya.

Tea Ceremony yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai upacara teh, menjadi cara untuk menumbuhkan harmonisasi manusia dengan alam semesta, mendisiplinkan pikiran, dan menenangkan hati untuk mencapai pencerahan.  Di Jepang, upacara minum teh merupakan perpaduan dua prinsip, sabi dan wabi. “Sabi” mewakili ketidaksempurnaan materi atau benda dan “wabi” mewakili pengalaman batin atau spiritual dari kehidupan manusia. Biasanya, tea ceremony dilakukan untuk tujuan upacara tertentu, ekspresi seni dan meditasi.

Saya mengikuti upacara teh ini di sebuah rumah bergaya Jepang, Ossiatzky Design yang berada di Jalan Pinang Raya, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Tujuannya, untuk menutup tahun ini dengan rasa syukur yang mendalam dan penuh cinta kasih. Ternyata ada banyak hal-hal yang patut saya syukuri selama satu tahun ini. Sesuatu yang buruk sekalipun, karena di sana terdapat kebaikan-kebaikan yang mengajarkan saya tentang makna hidup.

Berlembar-lembar kertas kosong pun tak cukup untuk menuliskan nikmat yang sudah Allah beri. Saat mata terbangun dari tidur, di sanalah berkat dimulai. Masih bisa bernafas, memiliki badan yang utuh, melakukan aktivitas, menikmati alam, dan memiliki keluarga yang harmonis. “Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang engkau dustakan?”

Secangkir teh hijau dengan cintanya yang tak hingga.

Cinta yang selama ini dicari-cari, ternyata berkelimpahan di sekitar kita. Seperti dalam secangkir teh, ada cinta kasih cacing yang menggemburkan tanah. Dari zat hara yang terkandung, tanah memberikan bermacam-macam mineral agar teh tumbuh dengan baik. Matahari tak mau kalah. Dia memberikan cahayanya untuk teh melakukan fotosintesis setiap hari. Saat sudah siap dipanen, teh menyerahkan hidupnya kepada manusia. Ia rela dipetik, agar kita bisa menikmati dan merasakan manfaatnya. Ada cinta kasih, pemetik teh dan karyawan pabrik yang membungkus teh dan memasarkannya. Ada seseorang yang dengan tulus menyeduh teh dan menyuguhkannya hingga kita bisa meminumnya.

Ada sebuah perjalanan dalam sebuah sajian sederhana hingga sampai di hadapan kita. Perjalanan itu dipenuhi dengan cinta kasih. Tak berlaku hanya teh saja, tapi juga semua makanan yang kita nikmati sehari-hari.

Pada saat upacara teh, kami duduk melingkar dan dalam keadaan hening. Masing-masing dari kami menuangkan teh secara bergiliran. Sebelum menuangkan teh kepada orang yang ada di samping kita, diwajibkan untuk memberi penghormatan. Begitu juga setelah kita menyerahkan secangkir teh tersebut. Setelah itu, kami menyerahkan makanan. Tata caranya sama, makanan diserahkan secara bergiliran dengan penghormatan sebelum dan setelah memberi makanan. Jika sudah selesai, kami melakukan doa bersama. Selanjutnya boleh menikmati secangkir teh dan hidangan.

Prosesi tea ceremony.

Cara menikmati secangkir teh dan hidangan ada caranya. Mula-mula teh dihirup aromanya. Diteguk perlahan untuk merasakan rasanya. Pun dengan makanan, rasakan tekstur dari makanan tersebut. Setelah itu dimasukkan ke dalam mulut lalu dikunyah secara perlahan-lahan.

Kali  ini meneguk teh dan menikmati makanan jauh lebih nikmat dari biasanya. Lebih bahagia. Mungkin karena menikmati rasanya dan sadar ada cinta kasih di dalamnya. Sepotong ubi terasa manis sekali. Pahit teh hijau itu pun terasa segar di kerongkongan. Begitulah hidup jika menjalaninya dengan hati akan terasa indah.

Dari secangkir teh ternyata kita bisa menemukan cinta ada di mana-mana.  Cinta itu tak perlu dicari, karena ia selalu hadir di alam semesta ini. Melimpah ruah. Maka mari tutup tahun ini dengan penuh syukur dan bahagia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *