Dalam menjalankan perekonomian suatu negara, semua orang butuh energi. Baik untuk dikonsumsi maupun untuk aktivitas produksi di berbagai sektor perekonomian.
Indonesia sendiri merupakan negara yang kaya dengan sumber energi. Entah itu energi yang bersifat unrenewable resources maupun yang bersifat renewable resources.
Sayangnya, eksplorasi sumber daya energi lebih banyak difokuskan pada energi fosil yang bersifat unrenewable resources. Sementara energi yang bersifat renewable belum banyak dimanfaatkan.
Kondisi itu menyebabkan ketersediaan energi fosil, khususnya minyak mentah, semakin langka. Itu mengapa, Indonesia mengimpor minyak mentah dan produk-produk turunannya.
Menurut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, produksi dan konsumsi minyak mentah di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Konsumsinya sangat tinggi tapi tidak diimbangi dengan produksinya.
“Cadangan yang paling besar sebenarnya ada pada gas yang belum banyak dieksplorasi. Tapi kalau minyak mentah saya kira kita sedang menuju sunset ekonomi,” ujar Ridwan Kamil dalam acara Peresmian Pembangkit Listri Tenaga Surya (PLTS) Atap Pabrik AQUA Mekarsari, Sukabumi, Selasa (21/09/2021).
Sedangkan, mayoritas pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batu bara. Guna menyelesaikan masalah ini, Ridwan Kamil berpendapat pemerintah perlu mendorong upaya energi – energi lain sehingga bisa menggeser batu bara ke sumber – sumber lainnya.
Oleh karena itu, ada tiga konsep energi yang perlu dikejar. Pertama, harus murah karena untuk rakyat. Kedua, harus bersih. Ketiga, harus berkelanjutan.
“Kalau di masa depan mau tetap punya energi, maka energi yang diproduksi harus affordable, clean, dan sustainable,” ujar Ridwan Kamil.
Dari studi Stanford University, pada 2050, Indonesia bisa 100 persen menggunakan energi terbarukan seperti angin, air, dan cahaya matahari. Meski hari ini political will state dalam perundang-undangan tidak mau mengejar 100 persen, Ridwan Kamil masih berharap semua anugerah Tuhan yang diberikan untuk Indonesia bisa diolah menjadi energi yang murah, bersih dan berkelanjutan di 2050.
Ridwan Kamil Dorong Pelaku Industri Implementasikan EBT
Dengan melihat banyaknya pabrik yang berdiri di Jawa Barat membuat provinsi ini layak disebut sebagai rumah industrinya Indonesia.
Ridwan Kamil mengungkapkan sebanyak 60 persen industri di Indonesia ada di Jawa Barat. Artinya sebanyak 40 persennya lagi tersebar di 33 provinsi di Indonesia.
Publik figur yang akrab dipanggil Kang Emil ini pun menunjukkan buktinya. Pasca pandemi, perekonomian Jawa Barat kiat membaik. Naik dari minus empat persen menjadi 6,13 persen.
“Karena industri dan ekspornya kenceng lagi kan? Itulah kebanggan dari sisi ekonomi,” jelas Emil.
Fakta ini membuat Ridwan Kamil mendorong pelaku industri di provinsi tersebut mengimplementasikan energi terbarukan (EBT) untuk meminimalisasi dampak penggunaan energi dari fosil.
Pemerintah Jawa Barat menargetkan proporsi suplai ETB melalui pembangunan PLTS Atap akan menjadi salah satu bentuk kontribusi konservasi energi, sekaligus mengurangi emisi karbon dari penggunaan energi fosil yang mendominasi pasokan listrik pada pembangkit listrik nasional.
Maka, tak heran jika Emil sangat mengapresiasi Danone-AQUA yang memasang PLTS Atap di pabriknya yang ada di Sukabumi, karena mengimplementasikan ETB.
“Kami ucapkan apresiasi kepada Danone Indonesia yang telah berpartisipasi dalam program pemerintah dengan membangkitan energi baru terbarukan berupa tenaga surya di fasilitas Pabrik Mekarsari,” ujarnya.
PLTS tersebut memiliki kapasitas sebesar 2,1 megawatt-peak (mwp) yang direncanakan akan menghasilkan 2,3 gigawatt hour (gwh) energi listrik pertahunnya. Tak hanya itu, PLTS Atap Danone-AQUA juga mampu mengurangi emisi karbon sebesar 1.960 ton CO2 yang setara dengan 9.580 batang pohon.
“Kami berharap hal tersebut mampu mendorong penggunaan energi baru terbarukan serta menjadi contoh bagi pelaku industri,” tambahnya.
Pemanfaatan ETB Bukan Pertama Kalinya Bagi Danone – AQUA
Pemasangan PLTS Atap di Pabrik Mekarsari, Jawa Barat, merupakan bagian dari komitmen Danone-AQUA untuk mendukung pemerintah provinsi Jawa Barat guna meningkatkan implementasi ETB hingga 6.8 WG pada 2025.
Penerapan PLTS Atap di Pabrik Mekarsari juga merupakan bagian dari inisiatif Danone secara global untuk menggunakan ETB hingga 100 persen untuk operasional seluruh pabriknya pada 2030.
Memanfaatkan ETB sebenarnya bukan pertama kalinya bagi Danone-AQUA Indonesia. Bisa dikatakan, Danone-AQUA merupakan pelopor pemanfaatan PLTS Atap di industri dalam negeri sejak 2017.
Vera Galuh Sugijanto, VP General Secretary Danone Indonesia mengatakan pemasangan PLTS Atap sudah dilakukan di empat pabrik Danone-AQUA.
- 2017, di Ciherang, Bogor, Jawa Barat dengan kapasitas 770 kWp dan bisa mengurangi emisi karbon per tahun sebesar 825 ton CO2.
- 2020, di Banyuwangi, Jawa Timur dengan kapasitas 378 kWp.
- 2020, di Klaten, Jawa Tengah dengan kapasitas 2.919 kWp
- 2021, di Mekarsari, Sukabumi, Jawa Barat dengan kapasitas 2.112 kWp dan dapat menghasilkan listrik sebesar 2,3 GWh per tahun dan mengurangi 1.916 ton CO2 per tahun.
“Tak berhenti di sini, kami pun telah menetapkan target agar PLTS Atap dapat dimanfaatkan sebagai opsi sumber energi terbarukan pada 21 pabrik Danone-AQUA di seluruh Indonesia, dengan kapasitas hingga 15 MWp pada tahun 2023, sembari terus menjajaki opsi energi terbarukan inovatif lainnya,” Ujar Vera.
Komitmen Danone-AQUA Kurangi Emisi Karbon
Danone adalah perusahaan makanan dan minuman global terkemuka yang memiliki portfolio unik yang terpusat pada kesehatan dengan visi “One Planet, One Health” yang merefleksikan keterkaitan antara kesehatan masyarakat dengan kesehatan planet kita.
Visi tersebut terwujud dalam komitmen kami terhadap keberlanjutan planet kita dengan berfokus kepada empat pilar yaitu Iklim, Air, Ekonomi Sirkular dan juga Agrikultur.
Dalam penanganan isu perubahan iklim, Danone secara global berkomitmen untuk menjadi perusahaan yang netral karbon dalam seluruh rantai pasokan perusahaan pada 2050.
Sebagai bagian dari komitmen untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan dan mengurangi jejak karbon, Danone-AQUA memiliki inisiatif Blue Operations yang merupakan prinsip operasional perusahaan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di Indonesia.
Seperti yang kita tahu, perubahan iklim menimbulkan risiko yang signifikan terhadap sumber daya alam Indonesia yang pada akhirnya bisa berdampak produksi dan distribusi makanan, air dan energi.
Oleh karena itu pemerintah Indonesia menilai penanganan isu perubahan iklim dan upaya-upaya adaptasi sebagai satu konsep terintegrasi untuk membangun ketahanan sumber daya pangan, air dan juga energi.
Indonesia telah membuat komitmen untuk mengurangi Emisi Rumah Kaca (ERK) sebesar 29 persen pada 2030. Namun, penanganan isu perubahan iklim bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, melainkan tanggung jawab semua elemen masyarakat terutama perusahaan dan juga sektor swasta.
“Kami percaya bahwa perusahaan harus mengambil bagian aktif dalam mencari solusi terbaik untuk mengurangi emisi karbon dan memanfaatkan energi baru dan terbarukan dalam berbagai aktivitasnya,” ujar Vera.