Sadar enggak sih, kalau perkembangan dan kualitas web series di Indonesia hari ini semakin berkualitas? Ceritanya lebih variatif. Enggak melulu seputar kehidupan sehari – hari seperti romansa, persahabatan, dan sosial saja. Unsur sejarah, sains dan teknologi juga mulai diangkat. Misalnya 17 Selamanya yang tayang di WeTV atau Code Helix yang baru saja tayang pekan lalu di Vidio.
Selain ceritanya yang unik, kedua web series tersebut juga dibintangi sederetan pemeran film layar lebar loh. Mereka adalah aktor dan aktris muda serta berbakat yang beberapa di antaranya pernah mendapatkan sejumlah penghargaan.
Tapi kali ini saya tak akan membahas 17 Selamanya, melainkan Code Helix. Film pendek berseries ini diangkat dari cerita webtoon dengan judul yang sama. Diperankan Ajil Ditto dan Shakira Jasmine, Code Helix menceritakan tentang kehidupan pelajar SMA Bintang Perubahan yang penuh ‘drama’.
Rendra, salah satu seorang siswa di SMA tersebut sangat berbakat dalam bidang IT (Information Technology). Namun dalam kesehariannya, ia terlihat sangat biasa. Untuk menyelesaikan ‘drama’ di sekolahnya, Rendra diam – diam menggunakan kemampuannya itu dengan cara meretas akun – akun media sosial.
Tak hanya akun Instagram saja yang diretas, tapi juga WhatsApp. Bahkan Rendra berhasil menelusuri jejak digital teman – temannya. Bayangkan, ia bisa tahu isi percakapan keluarganya, teman – temannya, gurunya hanya dalam beberapa menit saja. Mengerikan bukan?
Cerita tentang Rendra ini mengingatkan saya dengan beberapa kejadian beberapa minggu lalu. Seorang yang tak dikenal mengirimi saya pesan, “Maaf ini dengan siapa?”. Notifikasi telepon dari nomor yang sama juga masuk. Saat saya cek, ternyata nomor saya yang menghubunginya terlebih dahulu. Karena merasa tidak menelpon sama sekali, saya coba cek nomor tersebut, barangkali kami ada dalam satu grup dan saya tak sengaja menelpon. Ternyata kami tidak ada dalam satu grup manapun. Anehnya, kejadian tersebut terjadi pada saat saya tidak memegang HP dan mematikan paket data.
Yups, kemungkinan besar WhatsApp saya juga diretas. Padahal saya sudah mengaktifkan Two Factor Aunthetication (2FA), tapi masih kebobolan juga. Entah apa modusnya.
Soal bobol – membobol akun, kejadian tersebut bukan pertama kalinya. Tahun 2015, Gmail saya juga diretas. Saya mengirim pesan ke Gmail melalui email kantor. Eh … peretas membalas pesan saya seperti ini “Maaf ya, saya tidak bermaksud apa – apa. Hanya penasaran dengan isi Gmail dan data – data kamu.” Keesokan harinya, saya berhasil mengambil alih akun dan mengetahui siapa pelakunya – yang ternyata ada dalam circle pertemanan.
Kejadian terulang kembali. Kali ini iCloud saya yang dibobol. Untung ketahuan, karena sering cek iCloud. Auto password saya ganti.
Di tengah perkembangan dunia digital yang begitu pesat, pun dengan tingkat kriminalitas di dunia siber yang kian tinggi, kemunculan film Code Helix ini sangat bagus. Bukan saja sebagai hiburan semata, Code Helix menjadi media edukasi bagi masyarakat tentang dunia teknologi dan sains.
Masyarakat juga diingatkan untuk berhati – hati dalam mengunggah apapun di media sosial atau menyimpan dokumentasi di gawai. Sebab, jejak digital tidak bisa hilang. Sementara, keberadaan hacker ada di mana – mana, bahkan bisa jadi ada di sekitar kita. Suatu hari, bisa saja, jejak digital kita bisa menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.
Kita tentu masih ingat bagaimana sederetan artis terlibat skandal video porno. Bukan mereka yang menyebarkan video porno tersebut, tapi orang lain. Meski Indonesia memiliki UU ITE, namun hukum masyarakat tidak pernah memihak korban.
Belajar IT juga tidak ada salahnya untuk melindungi diri kita dari kejahatan siber. Kalau terjadi apa – apa, kita tahu apa yang harus kita lakukan segera.