“Anakku susah makan”. Keluhan seperti itu sering saya dengar. Kakak ipar saya juga sering megeluhkan hal yang sama. Badan anaknya tampak kurus, lantaran malas makan.
Ia jadi kesal. Sudah capek – capek memasak tapi anaknya tak mau makan. Kadang ia memaksa anaknya untuk makan. Eh .. anaknya pilih bermain dan makan cemilan. Kalau dilarang, si anak malah menangis.
Beberapa kali, ia terlihat menjejalkan makanan secara paksa ke mulut anak. Makanan berhasil masuk, tapi anak memuntahkannya kembali.
Masalah tersebut tentu saja membuat para orang tua khawatir. Sebab anak bisa kekurangan nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya. Sistem anak pun menjadi lemah dan rentah terhadap penyakit.
Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Dr. Dhian Dipo, M.A mengatakan anak-anak adalah investasi bangsa Indonesia. Untuk itu, mereka perlu mendapatkan kecukupan gizi sejak masih dalam kandungan.
Maka, anak susah makan tak bisa dianggap remeh. Anak – anak bisa kekurangan gizi nantinya.
“Kekurangan gizi bisa menyebabkan imunitas rendah, risiko terkena penyakit infeksi dan kronis menjadi sering, serta berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak secara kognitif. Dalam jangka panjang, anak tumbuh dengan daya saing rendah yang berpengaruh pada minimnya penghasilan dan ekonomi,” papar Dhian pada “Festival Isi Piringku” yang diselenggarakan Danone Indonesia, Jum’at (26/02/2021).
Danone Indonesia menyelanggarakan “Festival Isi Piringku” dalam rangka hari gizi nasional yang diperingati setiap 28 Februari. Harapannya dapat membangun generasi sehat melalui edukasi gizi seimbang sejak dini.
Dalam “Festival Isi Piringku”, Danone Indonesia menjelaskan masalah susahnya makan pada anak dan solusinya. Danone Indonesia juga memperkenalkan modul pembelajaran bagi guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang berjudul “Isi Piringku”. Berisi panduan makan sehat anak pada usia 4-6 tahun melalui tokoh menarik, flipchart, puzzle dan lagu.
Bagaimanapun pengetahuan tentang gizi seimbang lebih bagus jika diperkenalkan sejak dini. PAUD menjadi tempat yang tepat untuk mengenalkan anak pada kebiasaan – kebiasaan baik seperti konsumsi makanan yang bergizi dan membiasakan hidup sehat dan bersih.
Masalah Makan Anak Usia 4 – 6 Tahun dan Cara Mengatasinya
Modul “Isi Piringku” merupakan hasil kerjasama antara Danone Indonesia dengan Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB University).
Salah satu orang yang menyusun modul tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si, seorang ahli gizi yang juga ketua Departemen Gizi Masyarakat IPB University.
Pada acara ini, Prof. Anna mengungkapkan masalah makan pada anak usia 4-6 tahun. Ini dia!
1. Pilih –pilih makanan (picky eater)
Selera makan yang berkembang bisa menyebabkan anak pilih-pilih makanan. Karena mereka cenderung mulai menyukai makanan atau rasa tertentu.
Hidangan makanan yang kurang variatif juga bisa membuat anak menjadi bosan. Apalagi jika orang tua memiliki kebiasaan pilih – pilih makanan, mereka akan meniru perilaku itu.
2. Susah makan, hanya mau makan sedikit
Masalah psikologi bisa menjadi penyebabnya. Misalnya orang tua selalu memaksa anak untuk makan. Mereka menjadi tidak nyaman dan enggan makan.
Memberi susu atau makan selingan yang dekat dengan waktu makan bisa menyebabkan anak kenyang sebelum waktunya. Sehingga mereka malas makan.
Hati – hati juga untuk orang tua yang sedang diet. Biasanya saat diet, orang tua akan makan sedikit. Jika dilihat anak, ia akan menirunya.
3. Menolak makan
Ada beberapa penyebab anak menolak makan. Di antaranya rasa makanan yang ke mulutnya masih asing; bosan dengan makanan yang diberikan; suasana makanan yang tidak menyenangkan; anak dipaksa makan padahal belum lapar; iseng atau mencari perhatian orang tua; kesal kepada orang yang memberi makan; dan anak sedang sakit.
4. Tidak Suka Makan Sayur
Rasa sayur yang kurang enak jika dibandingkan dengan lauk hewani atau buah bisa menjadi penyebab anak tidak suka makan sayur. Ditambah lagi dengan penyajian sayur yang kurang menarik. Sehingga saat anak diberi makan yang berisi sayuran, membuatnya malas makan.
Setelah tahu masalah makan pada anak, selanjutnya adalah mencari solusinya. Kebetulan, Prof. Anna memberi tips untuk mengatasinya. Ada empat cara yang bisa dilakukan orang tua agar anak mau makan.
Pertama, berikan konsumsi makanan yang beraneka ragam. Jenis sumber makanan ada banyak. Karbohidrat misalnya. Selain nasi juga ada singkong, ubi, jagung, gandum, roti dan mi.
“Jangan larang anak untuk makan mi. Sesekali tidak apa-apa. Justru harus diperkenalkan pada anak,” katanya.
Begitu juga dengan lauk pauk sebagai sumber protein. Sumbernya ada banyak sekali. Jangan larang anak untuk makan kalau memang tidak menimbulkan alergi. Misalnya telur yang kerap dianggap bisa menyebabkan bisul dan gatal – gatal.
Memberi makan buah dan sayur juga harus bervariasi. Jangan sup dan sayur bayam melulu. Orang tua bisa mengenalkan sayuran yang lain.
Lalu bagaimana jika anak tidak suka sayur?
Prof. Anna menyarankan orang tua harus mengenalkan macam – macam sayuran sejak mulai bayi. Setelah anak sudah bisa menangkap pembicaraan, jelaskan tentang pentingnya sayur bagi tubuh.
Dalam mengolah dan menyajikan sayur harus bervariasi dan menarik, misalnya sayuran dibuat omelette dan skotel. Kalau anak masih saja tidak mau makan sayur, selipkan sayuran pada makanan yang ia sukai.
Jangan lupa untuk selalu memberi contoh makan sayur pada saat makan bersama. Anak – anak cenderung meniru orang dewasa di sekitarnya sehingga orang tua perlu memberi contoh.
Kedua, biasakan hidup sehat dan bersih. Apalagi di masa pandemi seperti ini. Hidup sehat dan bersih membantu anak terhindar dari serangan kuman dan meningkat imun mereka.
Ketiga, melakukan aktivitas fisik. Berolahraga sangatlah penting. Aktivitas ini terbukti bisa menjaga kebugaran tubuh, membuat hati merasa senang, dan meningkatan kekebalan tubuh.
Keempat, memantau berat badan secara rutin. Miminal setiap satu bulan sekali. Bisa dilakukan di rumah, posyandu maupun puskesmas terdekat. Menimbang berat badan membantu kita mengontrol berat badan anak agar tetap normal.
Kemenkes sebenarnya telah membuat pedoman gizi seimbang yaitu “Tumpeng Gizi” dan “Isi Piringku”. Pedoman ini bisa dijadikan panduan gizi seimbang pada anak, sayangnya sulit dicerna oleh anak-anak.
Dengan modul “Isi Piringku”, memudahkan anak dalam memahami pedoman gizi seimbang. Modul ini menggunakan bahasa yang sangat sederhana dan terdapat berbagai permainan.
Contohnya puzzle yang mencocokkan berbagai karbohidrat. “Permainan ini menarik dan akan terekam di otak anak bahwa dalam “Isi Piringku” isinya macam-macam,” ucap Prof. Anna.