PADA JUM’AT 23 April 2021 saya mengikuti acara talkshow dan launching program BACA  di kanal YouTube Nutrisi Bangsa. Temanya “Dukung Anak Hebat Berliterasi dengan Asupan Gizi Seimbang dan Pola Asuh Orang Tua yang Baik.”

Salah satu pembicaranya adalah psikolog dan Co-Founder Tigagenerasi, Fathya Artha, M.Sc., M.Psi. Ia mengatakan ada beberapa hal yang paling dikhawatirkan orang tua selama pandemi, salah satunya penggunaan gadget yang berlebihan pada anak.

Sebuah studi menunjukkan, telah terjadi kenaikan 70 persen terkait konsumsi tontonan anak di internet selama pandemi. Fathya juga sering mendapat keluhan dari klien ibu, yang merasa bersalah karena telah memberikan gadget kepada anaknya selama bekerja di rumah.

Sebenarnya sih, masalah penggunaan gadget pada anak bukanlah hal baru. Sebelum pandemi, masalah tersebut juga sudah terjadi, bahkan menjadi momok bagi orang tua. Tapi praktis, di masa pandemi ini persentase penggunaan gadget pada anak mengalami kenaikan signifikan.

Akhir Februari lalu, siswa SMP di Subang, Jawa Barat meninggal, dengan dugaan penyebabnya karena kecanduan game. Pihak rumah sakit yang merawat, mendiagnosis siswa tersebut menderita gangguan saraf. Pihak keluarga mengungkapkan, sebelum meninggal anak itu sempat kecanduan bermain game.

Sementara itu, berdasarkan catatan Rumah Sakit Jiwa Cisarua, Jawa Barat, dari Januari hingga Desember 2020, jumlah anak yang dirawat karena kecanduan gawai mencapai puluhan.

Biasanya, anak-anak yang mengalami kecanduan gawai memiliki orang tua sibuk. Mereka diberikan kelonggaran bermain game agar tak merasa bosan di rumah, namun lama kelamaan membuat adiksi.

Kondisi ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19, di mana anak-anak setiap harinya harus memegang gadget karena sekolah dilakukan secara daring. Apalagi mereka dapat kuota gratis dari pemerintah.

Jika dulu, anak-anak mendapatkan kebahagiaan dari bermain gundu, petak umpet, lompat tali, rekreasi, dan bercengkrama dengan teman-temannya, kini tak biasa dilakukan lagi. Gawai menawarkan berbagai hiburan dalam genggaman, membuat anak-anak tersebut enggan melepaskan.

Meski untuk mendapatkan dopamin pada anak kian mudah, penggunaan gawai secara berlebih dan tak terkendali sangat berbahaya. Hal ini berdampak pada fisik maupun mental anak. Di antaranya adalah depresi, fobia sosial, kurangnya empati, kekurangan gizi, obesitas, kualitas tidur yang buruk dan gangguan pertumbuhan.

Dampak fatalnya, tentu saja seperti siswi SMP di Subang tadi yaitu kematian.

Persoalan tersebut tentu saja tidak boleh dibiarkan. Orang tua harus mencari jalan keluar demi masa depan anak yang lebih baik. Fathya menyarankan kepada orang tua untuk membangun literasi anak sejak dini.

“Generasi alpha atau generasi anak-anak kita yang lahir tahun 2010, ibaratnya sudah lahir dengan gadget, sehingga yang bisa kita lakukan adalah membantu mereka dalam menggunakannya secara bijak. Literasi yang diperlukan dalam hal ini adalah literasi digital, di mana anak diharapkan paham penggunaan gadget sampai bisa mengendalikan perilaku penggunaanya,” begitu kata Fathya.

Nah, ternyata kemampuan literasi digital ini bisa dicapai ketika anak bisa memiliki literasi dasar yang baik, yang bisa dibantu melalui aktivitas membaca buku.

Menurut Fathya, membaca buku mendukung perkembangan otak yang sehat. Sebuah penelitian pada anak berusia empat tahun yang diminta membaca buku lalu dilakukan scan, tampak bagian korteks otaknya menipis. Khususnya ditemukan pada lateral left temporal cortex, wilayah otak yang berperan dalam perkembangan bahasa, perencanaan dan pembuat keputusan.

Jika bagian korteks menipis sejak dini, proses perkembangan otak anak akan lebih cepat dibandingkan anak-anak normal lainnya.

Membaca buku juga bisa mengasah keterampilan sosial, salah satunya empati. Selain itu, mendorong hubungan baik bagi anak dan orang tua.

Minat Baca Orang Indonesia Sangat Rendah

Sekalipun membaca buku memiliki banyak manfaat untuk tumbuh kembang anak, kegiatan ini nampaknya tak terlalu diminati oleh masyarakat Indonesia.

Dari hasil survei United Nations Educational, Scientific and Cultural (UNESCO) menempatkan Indonesia di posisi kedua dari bawah untuk literasi dunia. Artinya minat membaca masyarakat masih sangat  minim.

Wajar saja, kasus hoax di Indonesia kian parah. Menurut Duta Baca Najwa Shihab, budaya membaca buku di Indonesia belum ajek, namun mereka dipaksa beralih ke digital. Efeknya, masyarakat mudah dibohongi dan anak-anak tak bijak dalam menggunakan gadget.

“Rerata indeks aktivitas literasi baca di Indonesia tergolong rendah sebesar 37,32 persen. Padahal pada 1.000 hari pertama kehidupan, 80 persen anak sedang berkembang. Periode ini penting untuk menambahkan kebiasaan baik sejak dini, termasuk melalui membaca,” ujar Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin.

Untuk itu, Danone Indonesia bersama Tentang Anak, bersama-sama meluncurkan program BACA untuk mengajak anak-anak mencintai kegiatan membaca.

Peluncuran Program BACA Buku

Danone Indonesia terus berupaya memberikan yang terbaik bagi bangsa Indonesia. Perusahaan dengan misi One Planet One Health ini telah melakukan edukasi anak secara nasional, menerbitkan buku “Isi Piringku” dan bekerjasama dengan puluhan ratusan PAUD agar bisa menerapkan makan seimbang.

Kali ini, Danone Indonesia bekerja sama dengan Tentang Anak – wadah edukasi tumbuh kembang dan kesehatan anak dari sumber kompeten dan terpercaya – meluncurkan program BACA. Program ini merupakan ajakan untuk mencintai kegiatan membaca dan belajar kebaikan pada anak-anak melalui sumbangan buku bacaan.

Danone Indonesia melalui Tentang Anak menyumbangkan buku serial “Sikap Baik” sebanyak 1.000 buku untuk didistribusikan kepada yang membutuhkan saat bulan ramadan. Selain itu, Danone Indonesia menyumbangkan buku “Sampahku Tanggung Jawabaku” untuk mengajarkan anak-anak mencintai lingkungan.

Mereka akan memperluas manfaatnya melalui penggalangan donasi 5.000 buku serial “Sikap Baik” untuk anak-anak Indonesia. Rencananya buku-buku yang diperoleh akan disumbangkan ke panti asuhan di Jabodetabek, pasien pediatri, serta beberapa PAUD dan posyandu.

“Bagi yang ingin berpartisipasi dalam program ini bisa berdonasi melalui wecare.id,” kata dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A, dokter spesialis anak sekaligus CEO Tentang Anak.

Tips Menumbuhkan Minat Baca Pada Anak

Setelah anak mendapatkan buku, PR besarnya adalah bagaimana cara agar aktivitas ini lebih menarik daripada bermain gadget. Fathya membagikan tips untuk kita, agar proses membaca buku menyenangkan dan menarik.

Pertama, siapkan pojok baca atau spot seru untuk membaca. Selanjutnya, ajak anak memilih buku, sehingga dia lebih tertarik dan merasa punya tanggung jawab untuk menyelesaikan buku bacaannya.

Kedua, berceritalah dengan intonasi suara yang seru dan dengan properti yang beragam. Sambungkan cerita yang dibaca dengan aktivitas sehari-hari, misalnya, “oh sama ya tadi kita juga cuci tangan sebelum makan”, sehingga anak merasa bahwa “oh ya, aku ada temennya.”

Ketiga, orang tua juga perlu merasa aktivitas tersebut seru, sehingga keseruan yang terjadi memang murni datang dari hati.

Keempat, jangan dipaksakan, apalagi untuk anak-anak balita yang biasanya melakukan aktivitas sambil lari-lari. Jadikan momen ini sebagai ajang untuk melibatkan anak ke dalam cerita yang ada pada buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *