Setiap tanggal 27 Oktober, Indonesia memperingati Hari Blogger Nasional. Indonesia Women Information Technology Awareness (IWITA) memanfaatkan momentum ini dengan mengajak para blogger untuk mengikuti kompetisi membuat konten dengan tema Frugal Living: Minimalism in Daily Life.
Sebagai organisasi yang berfokus pada pemberdayaan perempuan, IWITA Kreatif Inovasi pastinya memiliki maksud atau tujuan yang baik lewat kegiatan ini. Maka, saya tertarik untuk mengikuti ajang kompetisi ini.
Kompetisi ini megingatkan saya dengan momen beberapa minggu lalu. Saya berjalan – jalan di salah satu Mall yang ada di Jakarta bersama dua orang teman. Salah satu dari mereka mengeluhkan sepatunya rusak. Sehingga saya menyarankan untuk membeli sepatu baru.
Kami kemudian bergegas menuju ke sebuah toko sepatu. Kebetulan saat itu sedang ada promo Buy 1 Get 1. Model sepatunya juga ‘lucu – lucu’. Mereka pun memutuskan untuk membeli sepatu itu.
Mereka sempat bertanya, “Kamu enggak beli? Murah loh ini.” “Nggak,” jawab saya. “Kamu frugal living ya kak?” lanjut salah satu dari mereka.
“Frugal living? Apa iya?”
Beberapa tahun belakangan istilah frugal living ramai diperbincangkan. Apalagi sejak kemunculan film layar lebar berjudul Home Sweet Loan. Kaluna, tokoh utama di film tersebut berhasil menabung Rp300 juta dalam waktu tujuh tahun. Padahal gajinya hanya Rp6 juta per bulan. Kaluna juga tulang punggung dari keluarganya. Kisah ini relevan bagi generasi milenial dan Gen Z yang ingin mencapai stabilitas finansial di tengah tekanan ekonomi.
Lantas apa itu frugal living?
Banyak orang yang mengira frugal living adalah gaya hidup pelit. Padahal, frugal living berbeda dengan gaya hidup pelit. Frugal living adalah gaya hidup yang menekankan pada pengelolaan keuangan yang bijak dan hemat. Tujuannya adalah untuk mengurangi pengeluaran dengan membeli barang – barang yang dibutuhkan sambil menghindari pemborosan.
Sementara gaya hidup pelit adalah gaya hidup yang mengabaikan pengeluaran dan acap kali mengesampingkan kebutuhan dasar.
Istilah frugal living sudah ada sejak tahun 1930 – an. Pada saat itu terjadi kelangkaan bahan baku di seluruh dunia. Namun, tren frugal living mulai berkembang di Amerika Serikat pada masa The Great Depression (1929 – 1939).
Ciri – ciri orang yang menerapkan frugal living adalah
- Disipling dalam pengeluaran.
- Mengontrol biaya makanan. Biasanya mereka milih memasak makanan sehat daripada membeli makanan di luar.
- Membeli produk lokal berkualitas.
- Tidak terlalu mementingkan fashion atau update barang elektronik.
- Berfokus pada tujuan jangka panjang daripada memenuhi kepuasaan sesaat.
Dari pengertian frugal living tersebut dan konteks cerita tadi, ya, saya adalah orang yang menerapkan frugal living. Beberapa hal yang terlintas di benak saya saat mereka membeli sepatu adalah
- Saya sudah punya beberapa sepatu dan tidak memerlukan sepatu lagi.
- Kualitas sepatu tidak bagus, sepertinya dipakai beberapa kali sudah rusak, sepatu ini berpotensi menjadi sampah yang tak terurai.
- Saya tidak suka dengan model sepatunya, semurah apa pun sepatu itu saya tidak berminat membelinya.
- Saya lebih baik menggunakan uang saya untuk hal yang lebih penting.
Selama ini, saya menerapkan gaya hidup seperti itu, meski saya tidak tahu istilahnya. Seperti mengontrol biaya makanan tapi tetap mengutamakan gizi dan kandungan yang akan dikonsumsi.
Saya seringkali memanfaatkan promo dan diskon untuk berlibur, membeli barang dan makan di restoran. Saya juga kerap mencari informasi berbagai event gratis misalnya konser gratis, acara blogger dan sebagainya.
Setiap kali saya mendapatkan gaji, hal yang pertama saya lakukan adalah mengalokasikan uang saya untuk pengeluaran rutin seperti membayar sewa rumah, membayar asuransi, dan membeli kebutuhan pokok. Sisanya saya tabung dan untuk investasi.
Saya tidak tertarik dengan gadget mahal dan terbaru hanya untuk dipandang keren. Saya lebih mementingkan kepada fungsi dari gadget tersebut. Saya juga tidak malu untuk menggunakan transportasi publik. Selain tarifnya murah, menggunakan transportasi juga lebih efesien dan efektif di kota besar seperti di Jakarta. Hitung – hitung olahraga juga kan?
Dengan gaya hidup tersebut, saya tak perlu pusing-pusing saat akhir bulan. Tetap bisa makan enak dan bergizi meski anak kost. Dengan gaya hidup ini saya juga berharap bisa mewujudkan impian untuk traveling ke tempat – tempat indah.
Kalau Kaluna menerapkan gaya hidup frugal living untuk membeli rumah, maka saya menerapkan gaya hidup frugal living untuk mewujudkan impian keliling dunia. Kalau kamu apa?